Jakarta, Rifan Financindo Berjangka - Remaja Indonesia tengah menggandrungi permainan skip challenge yang disukai karena seperti uji keberanian bagi mereka. Sebagian dari pelaku permainan itu lebih sering menggunakan seragam dan berlokasi di dalam ruang kelas. Permainan yang dimulai dengan aksi menekan dada itu justru menimbulkan tawa bagi mereka. Padahal, permainan tersebut berisiko kematian lantaran tekanan pada dada dapat mengakibatkan otak kekurangan oksigen.
Anak yang mengikuti tantangan skip challenge akan berada pada posisi tegak dan bersandar di tembok. Sebelumnya, dia akan berjongkok untuk mengambil dan membuang napas. Usai terkulai lemas dan tidak sadarkan diri dalam beberapa detik, mereka akan kembali siuman. Remaja seolah tidak dapat menentukan mana permainan yang berdampak buruk dan mana permainan sebagai salah satu landasan belajar. Psikolog Anak, Kasandra Putranto, menilai remaja belum dapat memutuskan pilihan yang baik dan buruk karena otak mereka yang masih dalam masa perkembangan. Sementara itu, dorongan impulsif sebagai remaja yang diakibatkan oleh hormon juga sedang meningkat. Lihat juga: Mendikbud Larang Siswa Lakukan Skip Challenge | Rifan Financindo "Remaja menjadi latah karena pengetahuan mereka terbatas. Sementara, dorongan internal dan eksternal menekan mereka untuk mengambil keputusan yang tidak rasional," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (11/3). Kasandra menilai, skip challenge merupakan permainan yang tidak mendidik, bahkan sangat berbahaya. Skip challenge merupakan masalah keterampilan sosial emosional pada remaja. "Mereka yang tidak memiliki ketrampilan sosial emosional yang tinggi akan mudah terpengaruh," ucapnya. Menurut Kasandra, remaja yang belum genap berusia 18 tahun memang belum layak mendapatkan handphone terlebih pada penggunaan sosial media. Hal itu karena remaja dinilai belum layak dan kompeten dalam memanfaatkannya. "Sosmed sebenarnya bukan untuk anak di bawah 18 tahun. Mereka belum layak atau belum kompeten. Sama saja dengan memberikan mobil kepada anak di bawah umur," tuturnya. Menurut dia, salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membuat remaja mampu memutuskan hal yang rasional adalah dengan memupuk kualitas otak and perilaku anak sejak dini. Ketika hal itu sudah dilakukan, anak-anak mampu mengerahkan kapasitas daya berpikirnya, mengendalikan diri dan membangun kekuatan diri untuk menyaring pengaruh negatif. Bahkan, mereka mampu menolak ajakan yang dinilai tidak rasional. Tentu saja, Kasandra mengatakan, hal itu tidak lepas dari peran orang tua, guru di sekolah dan lingkungan. Mereka berperan penting untuk mengedukasi dan mempersiapkan anak serta remaja agar terhindar dari ancaman. Orang tua juga harus mengetahui perkembangan pembentukan karakter pada buah hatinya. Penggunaan gadget pada anak juga harus dibatasi sejak dini. Rifan Financindo
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. Archives
October 2018
Categories |